SATUKATA.NET | ACEH TAMIANG — Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) merupakan salah satu Program Strategis Nasional sebagai upaya Pemerintah untuk meningkatkan produktivitas tanaman perkebunan kelapa sawit, dengan menjaga luasan lahan, agar perkebunan kelapa sawit dapat dimanfaatkan secara optimal, sekaligus untuk menyelesaikan masalah legalitas lahan yang terjadi.
Program PSR telah berkontribusi terhadap pemulihan perekonomian nasional dan telah berhasil menyerap banyak tenaga kerja dan memutar roda perekonomian atau menciptakan multiplier effect.
Disamping kontribusi terhadap pemulihan ekonomi, membawa keberkahan bagi para petani atau pekebun khususnya mereka yang tergabung dalam PSR.
Di Aceh Tamiang lahan atau kebun petani yang direplanting sejak 2018 kini sudah memetik hasil. Bahkan produksi tandan buah segar (TBS) sawit per hektare diperkirakan bakal meningkat karena menggunakan bibit unggul (bersertifikat).
Program PSR ini pun dinilai sangat menguntungkan masyarakat bisa memiliki kebun kelapa sawit yang produktif. Diketahui selama ini banyak petani tidak mampu untuk meremajakan tanaman kelapa sawit miliknya karena terkendala modal.
Dengan hadirnya PSR seluruh proses replanting sejak pembersihan lahan, pengadaan bibit, tanam hingga beberapa kali pemupukan gratis ditanggung oleh pemerintah.
“Sampai bulan ini sudah delapan kali saya panen. Jadi ceritanya sudah nikmati jual sawit hasil PSR-lah ini,” kata Suprapto (52), petani di Desa Seunebok Baru, Kecamatan Manyak Payed, Minggu (15/10/2023).
Kebun sawit punya Suprapto yang diremajakan seluas 1,5 hektare. Penanaman bibit dilakukan sekitar awal 2020. Artinya umur 4 tahun sawit program PSR rerata sudah berbuah. Selain berubah, pertumbuhan batang dan daun kelapa sawit cukup bagus seperti standar perusahaan.
“Bobot TBS-nya ada yang masih buah pasir tapi sudah laku ditolak ke agen. Awal panen rata-rata janjangan dijadikan berondolan dulu harga lebih tinggi,” ujarnya.
Secara pribadi bapak empat orang anak ini sangat bersyukur bisa ikut program PSR melalui lembaga koperasi. Ia menyadari jika melakukan replanting secara mandiri tidak mungkin mampu karena membutuhkan biaya besar.
Selama empat tahun penantian, kini Suprapto sudah bisa kembali rutin menjual hasil panen TBS sawit ke agen pengumpul di tingkat kampung. Dia merasa puas melihat pertumbuhan pohon kelapa sawit PSR beda dengan kebun sawit kampung (pribadi) pada umumnya.
“Saya panen satu bulan dua kali, hasilnya lumayan bisa untuk tambahan beli pupuk supaya bobot buahnya makin berat,” tutur Suprapto.
Luas Panen 1.092 Hektare
Dinas Pertanian, Peternakan dan Perkebunan (Ditanakbun) Kabupaten Aceh Tamiang mencatat luasan peremajaan sawit rakyat sejak medio 2018-2023 sudah terealisasi masuk rekomendasi teknis (rekomtek) Ditjenbun RI sekitar 10.300 hektare. Luasan ini menembus target Distanakbun yakni di angka 10 ribu hektare hingga 2022.
“Target Aceh Tamiang hingga 2022 hanya 10 ribu Ha, dan Alhamdulillah target itu tercapai 2023,” kata Kabid Perkebunan Distanakbun, Edwar Fadli Yukti saat dihubungi, Minggu (15/10/2023).
Sementara itu pihaknya memastikan tanaman tahun perdana PSR (2018-2019) yang tersebar di 11 kecamatan kecuali Kota Kuala Simpang sudah berproduksi. Dari 3.947 Ha realisasi luasan tanam, 1.092 Ha di antaranya adalah luas panen yang sudah dihimpun dari hasil laporan di lapangan. Areal ini milik petani yang tergabung dalam tujuh koperasi sebagai pelaksana PSR.
“Alhamdulillah program penanaman tahun 2019 juga sudah berproduksi dengan BJR (berat janjang rata-rata 2-5 kg/janjang. Untuk data produksinya belum lengkap, tetapi data dan dokumentasi hasil penanaman 2019 ada di kantor bisa jadi referensinsi,” ujarnya.