Aceh Tamiang Darurat Banjir, 17 Tikungan Sungai Dipasang Krib dari Batang Kelapa Sawit

SATUKATA.NET | ACEH TAMIANG – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh Tamiang memanfaatkan batang kelapa sawit untuk mengurangi ancaman banjir. Ditargetkan tahun 2024 ini, 17 tikungan sungai sudah dipasang krib

Proses pengerjaan krib ini mulai dilakukan BPBD di Pekan Seruway, Kecamatan Seruway, Aceh Tamiang sejak Selasa (16/1/2024) lalu.

Di lokasi ini ada tiga titik sungai yang dipasangi krib dengan estimasi pengerjaan selama 18 hari.

“Satu krib membutuhkan waktu enam hari, kita sudah selesai pada krib pertama, ini langsung dilanjutkan pada krib kedua,” kata Kepala Pelaksana BPBD Aceh Tamiang, Iman Suhery, Senin (22/1/2024).

Bayu, sapaannya menjelaskan pembuatan krib ini menggunakan batang kelapa sawit yang diambil dari enklaf PT Mopoli Raya. Dari lahan seluas tiga hektare itu, mereka bisa membawa lebih 300 batang kelapa sawit.

“Satu titik krib kurang lebih butuh 100 batang kelapa sawit, jadi jumlah batang kelapa sawitnya cukup,” kata dia.

Dia menjelaskan penggunaan batang kelapa sawit ini merupakan kebijakan agar persoalan banjir di Aceh Tamiang bisa diminimalisir. Diketahui penanganan daerah aliran sungai merupakan wewenang provinsi.

“Kita tidak bisa karena tidak punya wewenang, tapi kondisi hari ini bisa dilakukan dengan pola darurat dan mitigasi,” jelasnya.

Kondisi darurat ini pun diakui Pj Bupati Aceh Tamiang, Asra ketika meninjau bersama Dandim 0117/Atam Letkol Inf Andi Ariyanto dan Wakapolres Kompol Ichsan akan proses pembuatan krib di Pekan Seruway, Senin (22/1/2024) siang.

Asra menegaskan pembuatan krib merupakan salah satu solusi jangka pendek terbaik. Krib ini untuk mencegah kerusakan tanggul yang lebih parah.

“Kondisinya sudah sangat parah, kritis. Kita khawatir kalau kena banjir sekali lagi, ini akan hancur,” kata Asra.

Asra menjelaskan tanggul yang dibangun 2016 itu sudah berulang-ulang dihantam banjir, sehingga terjadi kerusakan yang sangat parah. Pemkab Aceh Tamiang kata dia berinisiatif melakukan pencegahan dini untuk menghindari kerugian yang lebih besar.

“Ini sekali pukul lagi roboh, perkampungan di sini akan terendam. Kami selaku pemerintah daerah wajib melindungi warga kami dari ancaman bahaya itu,” kata Asra.

Diakuinya kalau krib hanya bersifat sementara karena hanya untuk memperkecil gelombang sungai ke tanggul.

Asra kembali mengingatkan agar pemerintah provinsi melakukan penanganan serius karena ancaman banjir di daerah ini telah menghancukan pondasi perekonomian masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *