Penanganan Perkara Narkotika, Paguyuban Hakim Tinggi Gelar Diskusikan di Sabang

SABANG — Semua Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Banda Aceh bersama Hakim PN Sabang serta warga di jajaran Pengadilan Negeri Sabang melakukan diskusi terfokus dengan topik penanganan perkara pidana khusus kejahatan narkotika di Aceh.

Diskusi tersebut dilakukan di Hotel Maliq, Tapak Gajah, Sabang, pada Sabtu (20/07/24) malam.

Diskusi ini dihadiri oleh Ketua Pengadilan Tinggi (KPT), Wakil Ketua Pengadilan Tinggi (WKPT), seluruh Hakim Tinggi dari Banda Aceh, Ketua Pengadilan Negeri (KPN), Wakil Ketua Pengadilan Negeri, Hakim Tingkat Pertama, serta seluruh warga Pengadilan Negeri Sabang.

Diskusi bulanan Hakim Tinggi diselenggarakan oleh Peguyuban Hakim Tinggi pada Pengadilan Tinggi Banda Aceh.

“Kami mengucapkan apresiasi dan terima kasih kepada bapak KPT atas inisiasi dan dorongannya dalam memperkaya pengetahuan akademik para Hakim Tinggi. Sehingga rutin bulanan ini terselenggara kesekian kali di tempat berbeda. Diskusi ini sambil tukar pikiran dengan sesama para Hakim Tinggi,” kata Ketua Paguyuban Hakim Tinggi, Akhmad Sahyut saat membuka acara.

Akhmad Sahyut menambahkan semua Hakim Tinggi di Pengadilan Tinggi Banda Aceh, sudah dijadwalkan gilirannya untuk menjadi narasumber dan sekaligus pelantikan diskusi.

Topik diskusi malam ini, kata dia, dilematik penanganan perkara narkotika dalam kaitannya dengan Penjatuhan Hukuman Mati disampaikan oleh Hakim Tinggi Pandu Budiono.

Mengawali paparannya Pandu Budiono mengajukan permasalahan antara lain: seberapa banyak barang bukti yang menjadi pertimbangan utama sehingga pelaku kejahatan dapat dijatuhi hukuman mati.

Bagaimana roh KUHP baru terkait penjatuhan hukuman mati, dan bagaimana idealnya bunyi amar putusan penjatuhan hukuman mati dikaitkan dengan berlakunya KUHP baru dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023.

Merespon permasalahan dan paparan yang disampaikan oleh Pandu Budiono, Dr Suharjono, Ketua Pengadilan Tinggi yang juga Hakim Tinggi Utama mengemukakan kerisauannya akan munculnya intervensi pemerintah, utamanya dari kalangan Kementerian Hukum dan HAM atau lembaga pemasyarakatan yang dengan berlakunya KUHP Baru pada 2026.

Karena dalam KUHP tersebut diatur bahwa terpidana hukuman mati setelah menjalani 10 tahun hukuman penjara dapat dievaluasi apabila terpidana tersebut berkelakuan baik, maka penerapan hukuman mati tidak dieksekusi.

Selain itu, Hakim Tinggi Syamsul Qamar menyampaikan pendapatnya bahwa terkait penjatuhan hukuman mati, Hakim tidak boleh mengacu pada hanya banyaknya barang bukti, tetapi yang jauh lebih penting harus dipertimbangkan oleh para hakim adalah berapa aktif peran pelaku kejahatan narkotika.

Senada dengan hal tersebut, Hakim Tinggi (HT) Kamaluddin menekankan bahwa sekalipun adanya rasa skeptis terkait eksekusi hukuman mati, tetapi pada hakim tidak perlu ragu menjatuhkan hukuman mati.

Pendapat ini diikuti oleh Isnurul Samsul Arif, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Banda Aceh yang menyatakan bahwa jangan takut menjatuhkan hukuman mati.

Yang penting para Hakim benar-benar mempertimbangkan segala hal dan yakin bahwa putusannya memberikan keadilan, kemanfaatan, dan kepastian hukum.

Masrul dan Supriadi menegaskan bahwa kami Hakim Tinggi sangat komit dan tidak takut dalam menjatuhkan hukuman mati sesuai dengan perintah undang-undang, namun kita perlu kehati-hatian dan selektif dalam menjatuhkan hukuman mati. Apalagi jika pelaku utamanya tidak tertangkap.

Mengakhiri diskusi ini, Ketua Pengadilan Negeri Sabang menyampaikan terima kasih kepada Paguyuban Hakim Tinggi yang telah berkenan memilih Sabang sebagai tempat pertemuan sekaligus telah mengizinkan kami hadir pada diskusi yang sangat ilmiah ini.

“Saya gembira sekali diminta kami warga PN Sabang untuk membantu terselenggaranya acara yang penting ini. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih kepada Pak KPT, WKPT, Ketua Paguyuban, para Hakim Tinggi serta semua yang berhadir”, pungkas Maimun, Ketua PN Sabang.

banner 400x130

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *