SATUKATA.NET. JAKARTA – Anggota Komite IV DPD RI asal Aceh, H. Sudirman mengusulkan perlunya penentuan zonasi bidang usaha dalam rapat kerja dengan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) Republik Indonesia.
Rapat kerja yang dihadiri oleh Menteri Koperasi dan UKM, Drs. Teten Masduki bersama para jajarannya itu berlangsung di Gedung DPD RI, kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (2/4/2024).
Dalam penyampaiannya, senator yang akrab disapa Haji Uma ini menilai bahwa upaya pengembangan UMKM belum terarah dalam hal zonasi. Menurutnya perlu penyesuaian kondisi dan konteks suatu daerah dengan prioritas dan fokus pengembangan bidang usaha.
“Hal ini saya kira perlu di atur agar upaya kebijakan pengembangan UMKM lebih terarah dan berdampak konstruktif bagi capaian pengembangan sektor UMKM kedepannya”, ujar Haji Uma.
Selain itu, Haji Uma juga menyampaikan terkait perlunya peningkatan sosialisasi aturan dan penguatan kapasitas pelaku UMKM di daerah. Banyak pelaku usaha kita tingkat pendidikannya relatif tidak tinggi, apalagi saat ini era perdagangan bebas dan digitalitasi. Sehingga upaya peningkatan skill dan kapasitas mereka sangat dibutuhkan.
Namun dirinya juga menyoroti proses pelatihan yang banyak diadakan sekarang tanpa tanggung jawab jelas dan terukur terhadap hasil atau sebatas even semata sehingga tidak ada dampak hasil signifikan.
Pada momen yang sama, Haji Uma juga meminta Kemenkop UKM juga memberi perhatian terhadap tenaga pendamping di daerah yang jumlahnya tidak sebanding dengan luasan wilayah dan pelaku UMKM.
“Kami mendapat informasi serta aspirasi dari SKPD di daerah terkait fasilitator atau tenaga pendamping Kemenkop dan UMK di daerah. Kami rasa perlu dikaji untuk penambahan jumlah pendamping sesuai luas wilayah dan jumlah UMKM sehingga efektif”, harap Haji Uma.
Diakhiri penyampaiannya kepada Menteri Koperasi dan UKM, Haji Uma meminta agar adabya pengawasan yang tegas dari pemerintah terkait ketentuan jaminan atau agunan KUR dilapangan. Karena dirinya menilai ada kecenderungan kontradiksi penerapan ketentuan dilapangan, dimana menurut masyarakat, perbankan tetap meminta jaminan sebagai syarat.
“Ini yang terakhir, terkait KUR perlu ada pengawasan tegas dalam hal perlakuan syarat agunan. Karena ada masyarakat yang mengeluh soal syarajt jaminan KUR oleh perbankan. Artinya, ini kontradiksi dengan ketentuan diatas dan menyulitkan akses kredit modal dari perbankan untuk masyarakat pelaku UMKM yang tidak memiliki agunan”, tutupnya.{**}