Nama : Annisa Indriani
Nim : 12401051040115
Kelas : 1-D
Mata Kuliah : Bahasa Indonesia
Dosen Pengampu : Dr. Dona Aji Karunia Putra, M.A
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Pentingnya pendidikan karakter sebagai kunci utama untuk mencegah anak menjadi pelaku bullying. seperti yang ditegaskan oleh Seto Mulyadi, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI).
Bullying, baik di sekolah maupun secara daring (cyberbullying), menjadi masalah yang semakin mengkhawatirkan di Indonesia.
Kak Seto menekankan bahwa kasus ini sering tidak terlihat sepenuhnya, mirip fenomena gunung es. Sebagian besar kasus tidak dilaporkan atau tertangani dengan baik karena kurangnya komunikasi antara anak, keluarga, dan pihak sekolah.
Dalam banyak kasus, anak-anak pelaku bullying sering kali berasal dari keluarga dengan pola asuh negatif. Mereka mungkin meniru perilaku kekerasan yang mereka lihat di rumah atau mengalami tekanan dari sistem pendidikan yang terlalu menuntut. Hal ini diperparah oleh kurangnya panduan bagi guru untuk mengatasi masalah ini di sekolah.
Pendidikan Karakter Sebagai Solusi
Kak Seto menekankan bahwa pendidikan karakter adalah pendekatan yang efektif untuk mencegah bullying. Nilai-nilai seperti empati, toleransi, dan kerja sama perlu ditanamkan sejak dini di rumah dan sekolah.
Pendidikan karakter melibatkan keluarga sebagai pelindung utama anak. Orang tua diimbau untuk memberikan pola asuh yang positif tanpa kekerasan, serta mendukung anak-anak melalui kornunikasi yang sehat.
Di sisi lain, sekolah juga memiliki peran besar. Kak Seto menyarankan pembentukan satuan tugas anti- bullying yang melibatkan guru, siswa, dan orang tua. Selain itu, beberapa sekolah telah menerapkan sistem teman pendamping, di mana siswa senior membimbing dan menjadi sahabat bagi junior mereka.
Pendekatan ini telah menunjukkan hasil positif dalam menciptakan lingkungan sekolah yang lebih aman dan nyaman.
Seiring perkembangan teknologi, cyberbullying menjadi ancaman baru.
Oleh karena itu, Kak Seto juga menyerukan edukasi tentang dampak bullying, baik secara fisik maupun virtual. Sosialisasi melalui media dan komunitas dapat meningkatkan kesadaran anak-anak dan remaja akan dampak buruk bullying terhadap masa depan mereka.
Untuk mengatasi bullying secara menyeluruh, diperlukan kerja sama antara keluarga, sekolah, dan pemerintah. Pemerintah dapat menyediakan panduan dan sumber daya bagi sekolah untuk menangani kasus bullying secara efektif. Sistem pelaporan, seperti nomor pengaduan di sekolah, juga bisa menjadi alat penting dalam menangani masalah ini sejak dini.
Kak Seto menyoroti pentingnya pola asuh positif dalam keluarga. Orang tua harus menghindari pola asuh berbasis kekerasan, baik fisik maupun verbal. Kekerasan dalam keluarga sering kali menjadi pemicu utama anak meniru perilaku agresif di sekolah. Sebaliknya, pendekatan berbasis cinta dan pengertian membantu anak memahami nilai-nilai kehidupan yang lebih baik.
Sebagai contoh, dalam keluarga yang hangat dan suportif, anak-anak biasanya lebih terbuka terhadap kritik konstruktif dan lebih mampu mengelola emosi mereka. Sebaliknya, anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh tekanan sering kali melampiaskan rasa frustrasi mereka dengan cara yang merugikan orang lain.
Selain keluarga, sekolah memegang peranan penting dalam menciptakan suasana yang kondusif bagi pertumbuhan karakter siswa. Kak Seto menyarankan pembentukan satuan tugas anti-bullying di setiap sekolah. Satuan tugas ini bertujuan untuk menangani dan mencegah kasus bullying sejak dini.
Beberapa sekolah telah menerapkan inisiatif seperti sistem teman pendamping, di mana siswa senior membantu membimbing junior mereka. Sistem ini tidak hanya mengurangi potensi bullying tetapi juga mempererat hubungan sosial antar siswa. Sebagai tambahan, pelatihan guru tentang teknik mediasi dan pendekatan berbasis empati juga sangat penting.
Pendidikan karakter adalah investasi jangka panjang untuk menciptakan generasi yang lebih baik. Dengan pendidikan karakter, anak-anak tidak hanya dibekali dengan keterampilan intelektual tetapi juga kemampuan untuk memahami dan menghargai orang lain. Seperti yang ditekankan oleh Kak Seto, upaya ini membutuhkan dukungan dari berbagai pihak.
Dengan keluarga sebagai fondasi utama, sekolah sebagai sarana pembelajaran, dan pemerintah sebagai fasilitator, Indonesia dapat menciptakan lingkungan yang bebas dari bullying. Pada akhirnya, pendidikan karakter bukan hanya solusi untuk mencegah bullying tetapi juga jalan menuju masyarakat yang lebih harmonis dan inklusif. ***







