ACEH TAMIANG – Untuk menakar sejauh mana, program yang ditawarkan oleh pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati pada Pilkada dapat diwujudkan dalam masa jabatan 2024 sampai 2029.
Network for Indonesian Democratic Society (NETFID) Kabupaten Aceh Tamiang mengusulkan agar visi dan misi pasangan calon diuji di ruang akademik.
“Visi misi bukan sekadar janji politik. Melalui ruang akademik, kita bisa melihat apakah program yang ditawarkan betul-betul berdasarkan analisis yang kuat atau hanya sekadar jargon populis,” ujar Ketua NETFID Kabupaten Aceh Tamiang Muhammad Helmi, Kamis (26/9/2024) di Karang Baru.
Menurutnya bahwa forum akademik memiliki peran strategis dalam menilai kemampuan calon untuk memahami persoalan daerah dan menawarkan solusi nyata.
Sementara itu, Penasehat Netfid Kabupaten Aceh Tamiang Adi Syahputra mengatakan, pengujian semacam ini perlu diinisiasi oleh berbagai pihak termasuk akademisi, mahasiswa, aktivis, organisasi mahasiswa dan pihak universitas, agar visi dan misi setiap calon dapat diuji secara objektif dan ilmiah.
“Diskusi yang terarah dan berbasis data, akan menyingkap apakah calon punya kapasitas untuk membawa perubahan atau hanya meneruskan kebijakan yang ada saat ini,” kata Muhammad Helmi menyambung percakapannya.
Dia pun mengatakan, Pengurus Cabang Netfid Kabupaten Aceh Tamiang siap berkolaborasi dengan pihak manapun yang selaras dengan pemikiran ini demi mewujudkan diskursus akademis tersebut termasuk organisasi kampus, pihak universitas bahkan penyelenggara pemilu.
“Karena Netfid Kabupaten Aceh Tamiang juga berisikan mahasiswa yang aktif, dalam waktu dekat kami akan sampaikan ide ini kepada KIP maupun Bawaslu/Panwaslih Kabupaten Aceh Tamiang untuk dapat di diskusikan jelas Helmi.
Sepakat dengan itu, Pengurus Netfid Kabupaten Aceh Tamiang, M. Arif turut angkat bicara, ia menyebutkan bahwa ruang akademik dapat menghindari pengaruh politik praktis yang kerap mendominasi debat publik.
“Debat di forum akademik berbeda dari kampanye terbuka. Di sana calon harus mempertanggung jawabkan program kerjanya secara rasional,” sebut Arif.
Menurutnya, keterlibatan ruang akademis akan memperkaya diskursus politik lokal, memberikan sudut pandang yang lebih kritis, dan menggali aspek teknis dari visi misi yang mungkin luput dari perhatian publik.
“Akademisi punya kapasitas untuk membedah lebih dalam setiap aspek program yang ditawarkan, dari sisi anggaran, implementasi, hingga dampak jangka panjangnya,” ungkap dia.
Menurutnya, ini harus menjadi tradisi di Aceh Tamiang pengujian visi misi calon kepala daerah di ruang akademik agar publik dapat dengan mudah menentukan pilihan, terobosan baru ini harus di adakan dalam setiap pemilihan kepala daerah di Aceh, Khususnya di Aceh Tamiang.
Dia juga berharap, langkah tersebut dapat memastikan pemilih tak hanya terpesona oleh retorika politik, tetapi juga memahami substansi dari program yang ditawarkan. Sehingga publik dapat menakar dengan jernih kompetensi calon kepala daerah.
“Pemimpin bukan dia yang piawai bicara, tapi dia juga mampu memecahkan persoalan dengan valid dan strategis,” tutup Helmi.