JAKARTA — Pendangkalan sungai menjadi salah satu penyebab banjir. Simpulan ini kami dapatkan setelah melakukan penelitian oleh Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekontruksi BPBD bersama LSM di Aceh Tamiang.
Hal itu disampaikan oleh Bupati Aceh Tamiang Irjen Pol. (P) Drs. Armia Pahmi, MH kepada Deputi bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi BNPB saat mengunjungi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Jawansah, Jumat (7/3/2025), di Graha BNPB, Jakarta.
Bupati Arnia Pahmi yang didampingi Wakil Bupati, Ismail, serta Kepala Pelaksana BPBD dan Plt. Kepala Dinas Damkar menyampaikan bahwa pengerukan sungai Tamiang, termasuk wilayah muara, diminta menjadi prioritas dalam strategi penanganan banjir di Aceh Tamiang.
Dari hasil penelitian, sambung Armia Pahmi setidaknya dalam lima tahun terakhir, banjir kerap melanda terutama saat intensitas serta curah hujan tinggi. Sedimentasi sungai yang telah terbentuk dari puluhan tahun mengakibatkan air sungai melimpah, masuk ke permukiman bila debit air sungai Tamiang meninggi.
“Dalam setahun banjir sekurangnya tiga sampai empat kali masuk ke permukiman warga kami,” tambahnya.
Lebih lanjut Bupati Armia, memaparkan kondisi Pendangkalan muara sungai Tamiang. Disebutkannya, pada tahun 2009, area kawasan muara masih memiliki luas 336 hektare dengan kedalaman 4-7 meter. Namun pada tahun 2019 area kawasan muara mengecil dengan tersisa 194 hektare.
“Ada yang menjadi daratan akibat sedimentasi seluas 146 hektare dengan kedalaman 3-5 meter. Pada tahun 2022, pendangkalan sendimentasi di wilayah muara sungai Tamiang semakin meluas dengan cakupan 813 hektare dengan pendangkalan mencapai 1,5-3 meter,” urainya lugas.
Dalam kesempatan yang sama, Wabup Ismail mengakui ketersediaan sarana, prasarana dan alat tanggap bencana Aceh Tamiang sekarang masih belum cukup memadai, sementara ketersediaan dana pada APBK tidak mencukupi untuk belanja tersebut.
“Besar harapan kami, permintaan tanggap darurat ini disetujui,” tuturnya saat berkoordinasi.